Supermoon (bahasa Indonesia; Bulan Super) atau Lunar Perigee adalah istilah yang digunakan oleh para astrolog untuk menggambarkan keadaan bulan penuh ketika bulan berada dalam posisi terdekatnya dengan Bumi (apsis/perigee).
Istilah Supermoon pertama kali dikemukakan oleh astrolog bernama Richard Nolle pada tahun 1979. Dimana astrolog ini mendefinisikannya sebagai berikut :
"Bulan
baru atau Bulan purnama yang terjadi saat Bulan berada pada atau
mendekati (90% dari) posisi terdekatnya dengan Bumi dalam orbitnya
(perigee). Singkatnya, Bumi, Bulan dan Matahari dalam satu baris, dengan
Bulan berada pada posisi terdekatnya ke Bumi.”
Istilah Supermoon ini tidak diterima secara luas, terutama di kalangan
ilmuwan. Karena Supermoon bukanlah istilah yang berasal dari ilmu
astronomi, melainkan dari astrologi. Astrologi adalah ilmu yang
mempelajari pergerakan planet, bulan,
matahari, dan bintang-bintang yang diyakini berkaitan dengan nasib
manusia, baik secara individu maupun masyarakat. Sedangkan astronomi
adalah ilmu yang mempelajari kondisi fisik, kimiawi, dan evolusi
benda-benda langit tanpa kaitan dengan nasib manusia saat ini.
Astronomi lebih memilih istilah perigee-syzygy.
Dalam astronomi, syzygy adalah sebuah susunan segaris lurus dari tiga
benda langit dalam sistem gravitasi. Kata ini sering ditujukan pada
Matahari, Bumi dan Bulan atau planet, saat oposisi dan konjungsi.
Gerhana matahari dan gerhana bulan juga terjadi pada saat-saat syzygy,
seperti halnya transit dan okultasi.
Istilah
ini juga diterapkan untuk setiap peristiwa bulan baru atau bulan
purnama, yaitu ketika matahari dan bulan sedang konjungsi atau oposisi,
meskipun keduanya tidak tepat pada satu baris dengan Bumi. Kata syzygy
juga sering digunakan untuk menggambarkan konfigurasi menarik dari
planet pada umumnya. Sebagai contoh, peristiwa yang terjadi pada 21
Maret 1894 sekitar pukul 23.00 WIB, ketika terjadinya transit Merkurius
jika dilihat dari Venus, dan transit Merkurius dan Venus jika dilihat
dari Saturnus. Syzygy juga digunakan untuk menggambarkan situasi ketika
semua planet berada pada sisi yang sama dari Matahari meskipun
planet-planet tersebut dan matahari belum tentu dalam garis lurus,
seperti pada tanggal 10 Maret 1982.
Secara spesifik, bulan super bisa merupakan bulan purnama atau bulan baru,
yang jaraknya dengan bumi sekitar 10% atau kurang dari jarak
lintasannya dengan bumi. Ketika fenomena ini terjadi, bulan nampak lebih
besar dan lebih terang, meskipun perubahan jaraknya hanya beberapa
kilometer.
Ketika perigee
bulan terjadi bersamaan dengan bulan purnama, permukaan bulan akan
tampak 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari bulan
purnama.
Jarak
Bulan ke Bumi setiap bulan bervariasi antara sekitar 357.000 kilometer
(222.000 mil) dan 406.000 km (252.000 mil). Adanya variasi jarak
tersebut adalah karena orbit Bulan mengelilingi Bumi berbentuk elips bukan
lingkaran sempurna. Ukuran dan kecerahan Bulan mengikuti invers-square
law (hukum kuadrat terbalik), yang berarti bahwa bulan purnama di
perigee adalah 12% lebih besar dan lebih terang daripada ukuran dan
kecerahan Bulan purnama biasanya.
Lalu Benarkah Supermoon Dapat Menyebabkan Terjadinya Bencana Alam?
Supermoon kadang dihubung-hubungkan dengan bencana alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, dan lain-lain. Itu karena waktu terjadinya supermoon hampir selalu berdekatan dengan terjadinya suatu bencana alam tertentu.
Para astrologer (sekali lagi, bukan astronomer), menyatakan bahwa saat terjadi supermoon, maka akan terjadi bencana. Richard
Nolle berpendapat bahwa dalam waktu ± 3 hari dari supermoon, resiko
terjadinya bencana alam seperti gempa bumi dan aktivitas gunung berapi
meningkat karena meningkatnya gaya gravitasi Bulan ke Bumi. Pendapat
Richard Nolle berdasarkan spekulasi bahwa dalam 1 atau 2 minggu dari
supermoon masih menunjukkan hubungan sebab akibat terjadinya bencana
alam tertentu seperti gempa dan tsunami di Tohoku 2011 serta gempa bumi
dan tsunami Samudra Hindia 2004. Namun pendapat tersebut kurang bisa
dibenarkan karena dalam rentang waktu 1 atau 2 minggu dari Supermoon,
Bulan sudah menjauhi titik perigee-nya (titik terdekatnya) sehingga gaya
gravitasi Bulan ke Bumi tidak sebesar saat terjadinya supermoon. Dengan
demikian peristiwa bencana alam tersebut kurang tepat jika dikaitkan
dengan supermoon.
Supermoon tidak cukup kuat
untuk mempengaruhi
permukaan tanah ataupun gunung berapi di Bumi, pengaruh dari fenomena
bulan super ini di bumi hanyalah naiknya permukaan laut sekitar beberapa
inci di beberapa daerah.
Pengaruh fenomena supermoon terhadap peningkatan aktivitas seismik
justru terjadi di permukaan bulan sendiri, meskipun efeknya tidak
terlalu besar. Ketika berada dalam keadaan supermoon, bulan mengalami
gempa. Hal ini terdeteksi oleh instrumen seismologi yang ditinggalkan oleh para astronot Apollo 11 di bulan.
Beberapa
penelitianpun telah melaporkan bahwa fenomena supermoon memiliki
hubungan sebab akibat yang lemah dengan terjadinya gempa bumi yang
kecil. Dan juga tidak ditemukan bukti bahwa supermoon mengakibatkan
gempa Bumi yang besar. Gempa bumi dan tsunami Tohoku pada tahun 2011
adalah satu-satunya gempa bumi yang terjadi 2 minggu setelah terjadinya
supermoon. Jika memang fenomena supermoon mempunyai hubungan
sebab-akibat dengan terjadinya gempa bumi, seharusnya pada tanggal 4
Januari 1912 terjadi gempa bumi yang lebih dahsyat dari gempa bumi di
Tohoku, karena jarak perigee Bulan pada tanggal 4 Januari 1912 lebih
dekat daripada jarak perigee Bulan pada tahun 2011, yaitu 356.375 km.
Namun kenyataannya pada bulan Januari 1912 tidak terjadi gempa bumi yang
sangat dahsyat. Sehingga klaim yang mengatakan bahwa supermoon
mempunyai sebab langsung terhadap gempa bumi tidak dibenarkan.
Beberapa
bencana besar memang pernah terjadi pada saat lunar perigree, seperti
hurikan di New England, AS, pada 1938 atau banjir Hunter Valley,
Australia pada 1955. Hurikan Katrina pada 2005 juga terjadi pada saat
posisi Bulan dekat dengan Bumi. Namun, Astronom David Reneke membantah kalau kejadian-kejadian tersebut dipicu oleh posisi Bulan :
"Semua kejadian bisa saja dihubung-hubungkan dengan posisi benda-benda langit... komet, planet, matahari," katanya.
Jadi, saat Supermoon terjadi, matahari, bumi, dan bulan sejajar (meskipun tidak berada dalam keadaan sejajar sejati).
Posisi itu
mampu menimbulkan gravitasi yang besar sehingga menyebabkan pasang surut
air laut menjadi naik dan turun. Tinggi pasang air laut ketika terjadi
Supermoon pun diperkirakan hanya akan mencapai beberapa inci saja dari
ketinggian pasang saat bulan normal.
Sampai saat ini para ilmuwan
belum menemukan hubungan langsung antara terjadi Supermoon dan bencana
alam di Bumi.