Sunday 3 February 2013

Mengapa Kita Masih Mengirim Hewan ke Luar Angkasa?

Seekor monyet mencetak sejarah pada 28 Januari lalu, ketika ia dilaporkan terbang ke ruang angkasa dalam sebuah misi yang dilakukan Iran. Monyet itu menambah panjang daftar hewan yang dikirim ke luar angkasa.

Manusia telah terbukti dapat bertahan hidup dalam perjalanan ke luar angkasa. Tetapi mengapa masih ada beberapa negara yang mengirim monyet dan makhluk hidup lainnya ke ruang angkasa hingga saat ini?

Dalam kasus Iran tadi, pengiriman monyet ke luar angkasa "lebih merupakan sebuah pertunjukan," kata Kenneth Halberg, seorang peneliti di University of Copenhagen yang meneliti kemampuan serangga air dalam bertahan hidup di kondisi seperti luar angkasa. "Tidak ada ilmu baru yang didapat dari pengiriman monyet ke ruang angkasa."

Namun mengirimkan hewan lainnya ke ruang angkasa dapat memberikan pelajaran ilmiah yang berharga dalam perjalanan antarplanet dan rumah kaca ruang angkasa, katanya.

Pada awal perlombaan ruang angkasa, beberapa negara mengirim simpanse, anjing dan kelinci ke ruang angkasa sebagai hewan percobaan. Para peneliti yakin, bila hewan mampu bertahan di kondisi tanpa bobot, kecepatan ekstrem dan akselerasi yang sangat cepat, maka manusia pasti juga mampu melakukan hal yang sama.

Tapi sejak saat itu, lebih dari 500 orang telah melakukan perjalanan ke ruang angkasa, dan wisata ke ruang angkasa juga semakin lazim. Sehingga, pengujian bertahan hidup perjalanan ruang angkasa dalam jangka pendek bagi manusia bukanlah masalah penelitian ilmiah yang mendesak, ujar Halberg.

Tentu saja, tidak semua eksperimen ruang angkasa yang menggunakan hewan percobaan memiliki nilai ilmiah yang mendasar, kata Nathaniel Szewczyk, seorang ahli biologi di University of Nottingham yang telah mempelajari 24 generasi nematoda di ruang angkasa.

"Sering kali agak sulit untuk melihat nilainya. Anda sering melihat siswa SMA yang melakukan eksperimen dan mereka dimintai biaya untuk sains," kata Szewczyk. Dan dengan harga tertentu, sebuah perusahaan yang berbasis di Texas bernama NanoRacks akan mengirimkan proyek para peneliti ke Stasiun Luar Angkasa Internasional, kata Szewczyk.

Perjalanan antarplanetSebaliknya, hewan percobaan di ruang angkasa dapat memberikan pandangan terhadap bahaya perjalanan panjang, seperti antarplanet atau perjalanan antarbintang untuk kolonisasi makhluk luar angkasa.

Bintang terdekat, misalnya, berjarak 4 tahun cahaya, dan diperlukan waktu empat tahun untuk melakukan perjalanan ke Mars untuk mendirikan koloni, kata Halberg. Satu tahun cahaya adalah jarak tempuh cahaya saat melakukan perjalanan dalam satu tahun, atau sekitar 10 triliun kilometer.

"Saat ini hal tersebut masih terasa seperti impian fiksi ilmiah, tetapi kita perlu memahami bagaimana organisme merespons kondisi ruang angkasa," kata Halberg kepada LiveScience.

Saat itu, sebuah kapsul ruang angkasa tidak bisa secara penuh melindungi kehidupan dari hantaman radiasi kosmik, tekanan udara nol dan suhu dingin. Eksperimen yang berbasis Bumi tidak dapat menyimulasikan semua kondisi tersebut, terutama radiasi partikel berat, katanya.

"Ini bisa berpotensi menjadi pembunuh terbesar, karena partikel-partikel tersebut memiliki begitu banyak energi yang dapat merusak molekul DNA," katanya.

Untuk itu, Halberg mempelajari cara serangga air bertahan dalam kondisi ruang angkasa. Serangga air mengalami dehidrasi dan hibernasi ekstrem dengan nol metabolisme, katanya, sehingga mampu menahan radiasi, kekeringan dan suhu dingin di ruang angkasa.

Gen yang samaPercobaan pada hewan juga dapat mengungkapkan bagaimana perubahan di seluruh rentang kehidupan dapat diejawantahkan ke spesies lain, mulai dari cacing tanah hingga manusia, kata Szewczyk.

Sebagai contoh, nematoda dan manusia menunjukkan perubahan serupa dalam ekspresi gen yang mengatur gula darah, ujar Szewczyk. Tapi karena mereka lebih kecil dan bereproduksi dengan cepat, para ilmuwan dapat mempelajari banyak hal dari mereka di seluruh rentang masa hidup mereka sepenuhnya, yang tidak bisa dilakukan pada manusia.

Rumah kaca luar angkasaSetelah manusia sampai ke planet lain, kita harus menemukan cara untuk tetap hidup. Mengirim rumah kaca yang penuh buah-buahan, sayuran dan serangga penyerbuk mungkin salah satu cara bagi manusia untuk tetap bisa makan di Mars.

Tapi penyerbuk, misalnya, bisa mengalami kesulitan dalam tugasnya di kondisi tekanan nol atau lingkungan tanpa bobot. Juga, buah-buahan dan sayuran mungkin tidak akan memiliki siklus hidup yang sama di ruang angkasa, kata Halberg.

"Semua organisme di Bumi telah beradaptasi dengan tarikan gravitasi, jadi jika kita mengubah itu, bagaimana organisme meresponsnya?"

Sumber Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Free Backlinks
Online Users