Tato selama ini banyak sekali ceritanya dan sudah terukir kuat di benak
semua orang di Jepang kalau orang bertato dia pasti yakuza. Tapi tahukah
kita ada seni dan karakter tato itu sendiri di kalangan yakuza? Lalu
bagaimana dengan upacara potong jari di kalangan yakuza? Menarik kita
simak di bawah ini.
Manabu Miyazaki, pengarang sedikitnya 50
buku telah diterbitkan, antara lain buku "Toppamono" yang terjual
600.000 buku terlaris di Jepang, bicara langsung kepada penulis saat
ngobrol di Tokyo Sabtu (19/1/2013) mengungkapkan semuanya. Miyazaki juga
anak seorang top bos Yakuza, kelompok Teramura-gumi, yang bermarkas di
Fushimi, Kyoto.
Tato memang sejak dulu menjadi budaya Jepang dan
sebagai lambang orang kelompok tertentu sehingga tato tertentu biasanya
dulu orang mengenal dia dari kelompok ini dan itu. Dimulai dari
kalangan bawah, para pekerja berat di pelabuhan misalnya, yang bekerja
tanpa baju. Untuk memberikan pemandangan yang lebih baik, ketimbang
badan yang berkeringat dianggap menjijikkan dan tidak baik dipandang,
maka para buruh pelabuhan banyak yang men tato dirinya sehingga keringat
sekali pun tak begitu kelihatan dan masyarakat sekitar hanya melihat
gambar saja di badannya. Buruh itu pun biasanya banyak waktu menganggur
sehingga diisi pula waktunya dengan tato tersebut.
“Pada
hakekatnya yakuza dimulai dari kelompok orang berotot yang bekerja
sebagai kuli pelabuhan. Itulah sebabnya banyak markas besar yakuza di
daerah pelabuhan seperti Yokohama, Kobe dan Fukuoka,” cerita Miyazaki
lagi.
Belakangan tato menjadi satu hal seni bagi seseorang biasa
yang bukan anggota yakuza malah meminta di tato. Bahkan seorang bule
ada yang meminta di tato selama setahun belum selesai-selesai terus
menerus berlanjut pengerjaan tato di badannya.
Tetapi bagi
yakuza, masa pemberian tato tersebut sudah berubah akhir-akhir ini,
“Dulu sebagai lambang kebersamaan dan punya maksud-maksud tertentu
memang umumnya para anggota yakuza bertato. Tetapi kini justru yakuza
semakin menjauh dan tidak mau lagi bertato. Kecenderungannya sudah
berubah. Mengapa tidak mau bertato? Satu alasannya, malah menyulitkan
dia bersosialisasi di masyarakat, sulit bergerak, sulit cari uang.
Misalnya masuk ke tempat pemandian umum pasti telanjang, di sana
langsung ketahuan kalau kita anggota yakuza dan masyarakat umum akan
bicara satu sama lain, masyarakat pun mungkin sungkan dan menjauh dari
kita,” ungkap Miyazaki.
Dulu penggunaan tato mempunyai dua
keuntungan. Pertama, kalau masuk penjara, kita tidak akan diganggu
karena tahu kita anggota yakuza, ya pantaslah, wajarlah masuk penjara.
Jadi kita akan didiamkan banyak orang, tak akan dijahili sesama penghuni
penjara.
Kedua, dalam pekerjaan menjalankan perintah seseorang,
misalnya menagih hutang, apabila yang ditagih sedikit saja melihat tato
biasanya sudah langsung tahu dan ketakutan karena yang dihadapi adalah
yakuza, tidak akan main-main sehingga tagihan dapat berjalan lancar.
Banyak anggota masyarakat yang sungkan, tak mau hadapi kesulitan, jadi
yang diinginkan anggota yakuza biasanya langsung dipenuhi, daripada
ribut-ribut sama anggota yakuza malah rugi sendiri. Jadi di sini ada
fungsi membuat orang takut.
Tapi sejak tahun lalu, apalagi
setelah pengacara Toru Hashimoto, menjadi Wali Kota Osaka, maka tato
diperintahan agar dihapus dan sejak itu pula semakin banyak orang yang
menghindar dirinya di tato, dan anggota yakuza pun juga semakin sadar
bahwa sekarang jamannya sudah berubah. Bertato malah hidup susah.
Langsung ketahuan yakuza, ditolak di banyak tempat. Jadi untuk masa
depan dipastikan akan semakin sedikit anggota yakuza yang bertato.
Lalu bagaimana dengan yubitsume atau tradisi potong jari? Hal ini
menurut Miyazaki, hanya berlaku bagi seseorang anggota yakuza yang
merasa menyesal sekali telah melakukan kesalahan. Sebagai bukti rasa
penyesalannya dia potong satu ruas jari mulai kelingking. Kalau salah
lagi dan menyesal lagi, potong kelingking ruas yang di bawahnya,
sehingga hilanglah semua ruas kelingking bila dua kali dilakukan. Lalu
kalau salah lagi, potong jari manis ruas pertama dan seterusnya beruntut
kalau salah dan penyesalan lagi.
Ada lelucon mungkin hal ini
benar terjadi. Seorang anggota yakuza berjanji untuk datang jam 5 sore,
lalu dia mengacungkan dan membuka semua telapak tangan dan lima jarinya.
Semua orang yang melihat menyangka janjian jam 4.30 sore, lalu mereka
datang jam 4.30 sore.
“Kan saya sudah bilang jam 5 sore!” Lalu
orang lain menjawabnya, “Lha, kamu mengangkat empat jari dan satu jari
kelingking hanya separuh sih, jadi saya kira jam 4.30.” Ternyata
separuh jari kelingking memang tidak ada, karena pernah dilakukan
yubitsume.
Dengan yubitsume, seorang yakuza biasanya akan sulit
bersosialisasi di tengah masyarakat karena orang langsung tahu dia
adalah seorang yakuza. Jadi habislah riwayat angggota yakuza dan
selamanya akan tetap jadi yakuza kalau sudah pernah melakukan yubitsume.
Tapi kalau tato masih bisa disembunyikan di dalam baju sehingga tak
ketahuan masyarakat luas.
“Memang satu pengabdian tanpa batas
dan pengabdian tinggai dengan menjadi anggota yakuza, solidarisme
sesamanya dalam satu mental keluarga besar, harus saling membantu dan
melindungi satu sama lain, itulah yakuza,” tambahnya.
Sumber